Monday, December 19, 2016

Taman Nasional Way Kambas

 Reporter:  Cinde Melati 
                  Reni Aprillia
                  Hendri Kurniawan
                  Ikhwan  Sholihan Ulfi

Sukma_Polinela; Lampung, sebuah Provinsi yang letaknya paling Selatan di wilayah Sumatera. Lampung memiliki objek wisata yang beragam, wisata alam dengan panorama yang memukau menjadi objek wisata yang dominan hingga Lampung dapat dijadikan destinasi untuk liburan. Mulai dari pantai, air terjun, gunung, dan tempat wisata lainnya, Lampung juga terkenal dengan gajahnya.
Populasi gajah di Indonesia paling banyak terdapat di wilayah Lampung, di Taman Nasional Way Kambas (TNWK) tepatnya. Taman Nasional Way Kambas terletak di Kecamatan Labuhan Ratu, Lampung Timur. Disinilah lokasi perlindungan satwa gajah Sumatera yang dari hari ke hari populasinya makin berkurang. TNWK didirikan pada tahun 1985 dan merupakan sekolah gajah pertama di Nusantara. Sejak tahun 1970an, Presiden kedua Republik Indonesia Bapak Soeharto melakukan Transmigrasi penduduk dari Jawa ke Sumatera hingga pada tahun 1980an terjadi konflik gajah dengan manusia dan dibentuklah Operasi Ganesha untuk menghalau kawanan gajah kurang lebih 300 ekor dari daerah transmigrasi Air Sugihan Sumatera Selatan ke Padang Sugihan yang dipimpin Bapak Emil Salim selaku Pimpinan Operasi Ganesha.
Panglima Kodam Sriwijaya yang juga Panglima Komando Operasi Keamanan dan Ketertiban Daerah
(Pangkopkamtibda) Sumsel, Brigadir Jendral Try Sutrisno dan Komandan Lapangan Letkol I Gusti Kompyang Manila. Sebanyak 300 ekor gajah berhasil dihalau masuk ke area hutan seluas 40.000 ha. Sebagian gajah berhasil keluar dari Air Sugihan sehingga Prof. Dr. Ir. Rubini Atmawidjaja selaku Dirjen Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam (PHPA) mencanangkan pembangunan Pusat Latihan Gajah (PLG) di Indonesia dengan membawa gajah-gajah liar untuk dijinakkan sekaligus diberikan pelatihan. 
Ada tiga program untuk menjinakkan gajah. Program tata liman adalah menata gajah, dilanjutkan program bina liman dan guna liman. Setelah ditata gajah-gajah ini dibina agar tidak liar, dan setelah jinak, gajah diajari keterampilan agar bisa melakukan atraksi yang tujuannya menghibur orang banyak. Dan hingga sekarang Taman Nasional Way Kambas masih berdiri. Taman Nasional Way Kambas dengan luas area 12000 Ha saat ini dikenal dengan Pusat Konvservasi Gajah (PKG), dimana disini gajahgajah yang ada dirawat dan dilatih. Gajah yang terdapat di TNWK ini merupakan gajah asli Sumatera yang nama latinnya Elephas Maximus Sumatranensis, ukuran gajah ini cenderung lebih kecil berbeda dengan gajah Afrika. 
Gajah yang dijinakkan di TNWK tidak semuanya asli berasal dari Way Kambas, ada yang berasal dari Liwa, Lampung Barat dan  Gunung Madu. Karena banyaknya areal perkebunan maka banyak pula hutan yang ditebang sehingga gajah kehilangan habitat kemudian dipindahkan ke TNWK. Saat ini gajah yang terdata mencapai 66 ekor, jumlah tersebut merupakan gajah yang sudah dijinakkan oleh mahut (pawang gajah), namun 14 ekor gajah ditempatkan diperbatasan daerah yang dekat dengan penduduk untuk mencegah gajah liar masuk kepemukiman, karena masih ada sekitar 250 ekor gajah liar yang berada diareal TNWK. Selain gajah, TNWK juga melindungi berbagai satwa liar seperti harimau sumatera (panthera trigis), tapir (tapitis indicus), rusa kembang, monyet, beruang, dan badak sumatera. Satwasatwa tersebut dibiarkan liar, namun masih dalam pengawasan penjaga apabila
memasuki area-area yang  padat penduduk. Untuk fasilitas yang ada, TNWK memiliki kantin, toilet, musholla, dan ada juga penjualan souvenir khas TNWK untuk bisa dibeli para wisatawan. Para pengunjung juga dihibur dengan atraksi para gajah dan pengunjung juga dapat berkeliling diwilayah TNWK dengan menaiki gajah. Selain itu TNWK juga memiliki rumah sakit khusus untuk gajah, rumah sakit ini mulai dibangun pada tahun 2010 namun baru beroperasi pada 15 November 2015 dikarenakan lambatnya pembangunan dan pengadaan fasilitas untuk menunjang berjalannya kegiatan di rumah sakit tersebut. Bahkan rumah sakit ini belum berfungsi penuh karena listrik belum masuk ke areal ini dan saat ini baru ada PLN, jadi PLN masuk ke Way Kambas saja karena adanya rumah sakit ini dan sebelumnya masih menggunakan genset, “Dikhawatirkan peralatan rumah sakit yang mahal akan rusak kalau listrik masih mati-mati”, begitu keluh dokter Dedi.
Menurut dokter Dedi sekarang pengobatan untuk para gajah jauh lebih mudah, dulu sebelum adanya rumah sakit pengobatan dilakukan dimana saja, di pohon ataupun di hutan juga langsung ditemukannya gajah yang terluka, “Memang sulit, selain tempat peralatan juga seadanya, ya makanya dibangun rumah sakit ini”, Ujarnya. Penyakit yang paling sering diderita oleh gajah adalah gangguan pencernaan karena gajah hanya memiliki lambung tunggal dan juga luka karena berkelahi dengan gajah lainnya atau terkena kayu dari hutan. Pada tahun 2014, 4 ekor gajah mati dan pada tahun ini hanya ada seekor gajah yang mati, dan itu disebabkan oleh penyakit hervest veres yang menular kesesama gajah. Penyakit pada gajah sulit di diagnosa pada awalnya, oleh karena itu dilakukan pengecekan rutin untuk setiap gajahnya, dan karena keterbatasan sering kali dokter hanya mengandalkan informasi dari mahut. Untuk satu ekor gajah dirawat oleh satu mahut, dan di TNWK ini ada 2 dokter yang bertugas yaitu dokter Dedi dan dokter Hesti, dan dibantu oleh 4 orang paramedis.  “Karena gajah hewan besar maka biayanya juga besar”, Begitu kata dokter Dedi. Untuk gajah yang kecil yang berukuran 400kg,  jika sakit bisa menghabiskan dana 10-15 juta/hari. Sedangkan dana dari pemerintah hampir tidak ada walaupun TNWK ini milik pemerintah sehingga para pengelola mencari sponsor sendiri ke LSM dan rata-rata tempat untuk satwa liar dikelola oleh NGO, sedangkan TNWK kini bekerja sama oleh Taman Safari Indonesia dan Australia Zoo, “Kalau orang Indonesia gak ada yang peduli, maunya gratisan haha dan pemerintah sudah support tapi kurang maksimal”, Canda dokter dedi. Untuk perawatan gajah dokter melakukan pencegahan, pengobatan, dan rehabilitasi. Saat ini TNWK juga bekerja sama dengan Balai Veteriner Lampung untuk pemeriksaan terhadap gajah. Saat ditanya tentang harapan dokter Dedi untuk TNWK beliau menjawab untuk tidak prihatin, optimis saja karena pemerintah banyak yang diperhatikan, nomor satu kesehatan dan pendidikan, sedangkan konservasi nomor 32, kalaupun kelist dalam daftar. “Apa yang pemerintah beri disyukuri kalau tidak ada ya dicari, para pengelola selalu berusaha dan buktinya kami bisa sampai sekarang”, Begitu katanya. Alam beserta isinya merupakan suatu warisan dari Tuhan yang seharusnya kita jaga, bukan hanya Dinas Kehutanan ataupun yang terlibat, namun seluruh makhluk hidup terutama manusia. Karena jika alam sudah rusak, banyak dampak yang ditimbulkan tidak hanya kepada makhluk hidup seperti hewan dan tumbuhan namun akan berdampak lebih besar kepada manusia, jadi mari kita tumbuhkan kesadaran untuk tidak merusak ataupun mengambil milik alam.(*Dini)

0 comments:

Post a Comment