Oleh: Denok Cinde Melati
Udara siang ini begitu terik, matahari memancarkan
cahayanya dengan begitu sempurna. Tak ada awan dilangit, hingga birunya langit
yang luas menghampar dengan cerah seperti lautan yang mengambang. Panas siang ini begitu luar biasa, teriknya
terasa sampai ke ubun-ubun walaupun jilbab pasmina berwarna pink berdegradasi
ungu ini sudah menutupi kepalaku.
Hari yang kulalui akhir-akhir ini terasa begitu
membosankan, tak ada kegiatan selama liburan semester ini yang dapat kulakukan.
Hanya gentayangan dirumah saja setiap harinya seperti casper yang tak memiliki
teman. Ya jelas saja hidup ini amat sepi dan membuat bosan, teman kampusku yang
kebanyakan adalah anak kos mereka semua pulang ke kampung halamannya. Lalu apa
yang akan kulakukan jika tak ada satu orang pun yang dapat kuajak untuk
menghabiskan waktu menghilangkan kebosanan ini.
Hari ini kufikir lebih baik mencari suasana baru untuk
menghibur diri, dari pada aku terus-terusan gentayangan seperti hantu dirumah.
Kampus mungkin tempat yang tepat untuk hari ini, lagi pula aku rindu memandang
hijaunya pepohonan disana, aku rindu udara sejuk disetiap sudut lingkupnya, aku
rindu teman-temanku, aku rindu keluarga sukmaku, dan aku rindu seseorang yang
hanya kukenal lewat suaranya itu.
“Akhirnya sampai juga”. Begitu memarkirkan motor didepan
tempat yang biasa kami sebut kotak pensil ini, yaitu kesekretariatan SUKMA, aku
melihat kesekelilingku, kampus ini begitu sepi, suasananya seperti tak terlihat
ada tanda-tanda kehidupan. Hanya beberapa orang yang terlihat berlalu lalang,
mungkin mahasiswa baru atau mungkin mahasiswa yang sedang sibuk dengan kegiatan
organisasinya. Namun rasanya masih nyaman, masih menyejukkan, saat sepi kampus
ini malah terlihat begitu indah. Pepohonannya begitu teduh dan sawah yang
menghampar hijaunya begitu indah dilihat karena terpantul oleh cahaya matahari
hingga hijaunya menjadi lebih cerah.
Sudah lewat tengah hari dan udara masih panas, kulihat
jam diponselku ternyata sudah pukul 12.30, bukankah seharusnya diwaktu ini
sudah memasuki jamnya solat dzuhur. Tapi mengapa tak ada adzan yang
berkumandang dikampus ini. Biasanya sang muazin selalu tepat waktu
mengumandangkan adzan. Terheran-heran aku berjalan menuju masjid kampus yang tak
jauh dari tempatku duduk.
Sepi sekali, tak ada satu pun orang didalamnya. Aku lalu
mengambil air wudhu dan solat sesegera mungkin, sehabis solat dan memanjatkan
doa aku kembali ketempat yang tadi kusinggahi. Termenung dan menikmati
kesendirian, aku memikirkan sesuatu. Ah ya aku lupa ini sedang libur semester.
Jelas saja orang yang kurindukan suaranya itu tak mengumandangkan adzan hari
ini. Mungkin dia sedang pulang juga ke kampung halamannya seperti temanku yang
lain.
Ohh ya.. aku belum bercerita siapa dia yang kurindukan
itu. Sebenarnya sudah sekitar setengah tahun lalu aku mengaguminya. Berawal
dari kecemasanku hari itu, waktu itu aku sedang merasa terluka, hancur, dan
rapuh. Apakah kalian ingat tentang kisah Pangeran GARDA-ku itu. Ya benar
sekali, kala itu sore itu saat langit gelap dan hujan turun dengan deras, aku
sedang patah hati karena Pangeranku itu kulihat bersama kekasihnya. Lalu aku
termenung, duduk dibawah pohon yang kini kusinggahi, waktu itu aku membiarkan
hujan membasahi seluruh tubuhku hingga merata. Sampai wajahku pucat,
jari-jariku keriput, serta rambutku basah dan tak tergerai indah lagi.
Sore itu langit seakan murka, air yang diturunkannya
dengan rata dan dalam debit yang kencang. Aku ingat sekali bahkan halilintar
waktu itu menggelegar dengan kencang, dan derasnya hujan membuat kebisingan
yang luar biasa. Namun tiba-tiba aku mendengar suara dari masjid itu, suaranya
lirih namun merdu, hatiku yang gundah seketika nyaman mendengarnya, menenangkan
dan amat meneduhkan. Suara itu, Suara adzan itu. Entah kala itu aku tak tau
siapa yang mengumandangkannya, bahkan sampai sekarang pun aku masih tidak
mengetahuinya.
Adzan yang berkumandang itu membuatku tanpa sadar
mendekati sumber suaranya. Ya tapi tetap saja aku tak dapat melihat pemilik
suara itu. Saat itu bahkan aku merasa tak pantas untuk memasuki masjid itu. Iya
jelas saja, kondisiku kala itu amat tidak memungkinkan. Seluruh tubuhku basah
kuyup, dan aku masih terlihat menyedihkan karena perasaanku. Jadi aku hanya
menunggu diluar, sampai pemilik suara itu selesai solat ashar dan keluar dari
masjid. Namun penantianku sia-sia, aku lupa bahwa diluar hujan deras. Tak
mungkin ia akan keluar dicuaca seperti ini, lagi pula mana ada orang gila
sepertiku yang rela berdiri ditengah hujan hanya karena merasa patah hati. Maka
aku menyerah, dan dengan langkah gontai aku berjalan pulang dibawah langit yang
masih menangis, lagi pula hatiku juga sudah mulai membaik karena mendengar
suara adzan tadi.
Keesokan harinya dan hari-hari selanjutnya sampai saat
ini aku selalu mendengarkan dengan khusuk senandung adzan yang
dikumandangkannya. Suara adzan yang dikumandangkannya seolah mengetuk hatiku,
dan menyadarkan kebodohanku. Seiring waktu berjalan aku mulai memperbaiki
diriku, belajar menjaga tutur kataku, dan mulai menutupi auratku. Hingga kini
insyaallah aku berniat dalam hati karena Allah, bahwa akan kututupi setiap
helai rambutku dengan jilbab ini.
Aku
berterimakasih padanya, pada pemilik suara indah itu, karena adzan yang
dikumandangkannya aku menjadi lebih baik. Berkali-kali aku ingin tau siapa dia,
namun setiap ada kesempatan selalu saja ada hal yang menghalanginya. Mungkin
aku memang tak diperbolehkan mengenalnya lebih dari aku mengenal suaranya saja.
Hari ini dikampus jadi terasa berbeda, karena rasanya aneh berada disini tanpa
mendengar suara adzan yang dikumandangkannya.
Sejak beberapa bulan terakhir dari pertama kali aku
mendengar suara adzan yang dikumandangkannya itu. Ada rasa aneh yang
berjalan-jalan dihatiku, aku sepertinya tau apa yang kurasakan ini, namun aku
tak berani menyimpulkannya terlalu cepat. Rasa yang menjalar ini hampir mirip
dengan yang kualami pada kasihku yang tak sampai yaitu sang Pangeran GARDA,
tapi ada yang berbeda, rasa ini tak begitu menggebu-gebu, rasa ini takut jika
akan berlarut, rasa ini tak berani punya keinginan untuk memiliki, dan rasa ini
merasa tak pantas dan tak tau diri.
Aku merasa bingung mengapa hal ini dapat terjadi, aku
bahkan tak tau siapa orang yang telah membuat rasa ini ada, rasa ini muncul
hanya karena sebuah suara, aku bahkan sama sekali tak mengenalnya dan tak tau
apa-apa mengenai dirinya seperti dulu saat aku tergila-gila pada Pangeran
GARDA. Lagi pula aku ini siapa?? Aku merasa tak pantas memiliki perasaan ini.
Dari suaranya saja aku tau, lelaki itu pasti pria yang baik dan soleh,
sepertinya ia taat pada ibadahnya, bayangkan saja ia begitu mencintai agamanya
dengan menganggap masjid itu sebagai rumahnya dengan setiap waktu
mengumandangkan adzan tepat pada saatnya. Ia selalu mengingatkan para muslim
akan kewajiban tanpa bosan.
Bagaimana mungkin aku dengan tak tau diri berani
menyukai tanpa mengenalnya. Aku siapa, bena-benar tak pantas untuk rasa ini.
Jelas saja tak mungkin bisa kuraih, aku hanya wanita yang baru beberapa waktu
lalu sadar akan kewajiban-kewajiban yang harus kupenuhi. Aku wanita yang
tadinya banyak berbuat dosa dengan sering kali mengabaikan dan meninggalkan
kewajibanku sebagai wanita muslim. Aku bahkan pernah kehilangan jati diri hanya
karena perasaan dihati. Aku begitu terlihat menyedihkan dan tak pantas.
Namun apa dayaku kini, rasa ini terus tumbuh dengan
sejadi-jadinya, apalagi setiap kumandang adzannya terdengar, aku terenyuh
semakin dalam. Ia berhasil membuatku cinta dan teramat cinta pada penciptaku.
Tapi aku takut, aku takut perasaan ini akan membuatku lewat dari batasanku,
hingga setiap kali rasa aneh yang dibuatnya bermunculan, aku harus cepat-cepat
membendungnya.
Aku tak berani
berbuat banyak dan aku tak bisa melakukan apa-apa dengan perasaanku. Aku hanya
berharap padamu Tuhan, berikan jawaban untuk perasaan anehku ini, berikan titik
terang dan petunjuk untukku mengendalikan hati ini. Dan aku berharap Tuhan,
berikan yang terbaik untuk hambamu yang hatinya tersesat ini.
0 comments:
Post a Comment