Tuesday, November 24, 2015

Rindu Senandung Adzan Pangeran Muazin

Oleh: Denok Cinde Melati

Udara siang ini begitu terik, matahari memancarkan cahayanya dengan begitu sempurna. Tak ada awan dilangit, hingga birunya langit yang luas menghampar dengan cerah seperti lautan yang mengambang.  Panas siang ini begitu luar biasa, teriknya terasa sampai ke ubun-ubun walaupun jilbab pasmina berwarna pink berdegradasi ungu ini sudah menutupi kepalaku.
Hari yang kulalui akhir-akhir ini terasa begitu membosankan, tak ada kegiatan selama liburan semester ini yang dapat kulakukan. Hanya gentayangan dirumah saja setiap harinya seperti casper yang tak memiliki teman. Ya jelas saja hidup ini amat sepi dan membuat bosan, teman kampusku yang kebanyakan adalah anak kos mereka semua pulang ke kampung halamannya. Lalu apa yang akan kulakukan jika tak ada satu orang pun yang dapat kuajak untuk menghabiskan waktu menghilangkan kebosanan ini.
Hari ini kufikir lebih baik mencari suasana baru untuk menghibur diri, dari pada aku terus-terusan gentayangan seperti hantu dirumah. Kampus mungkin tempat yang tepat untuk hari ini, lagi pula aku rindu memandang hijaunya pepohonan disana, aku rindu udara sejuk disetiap sudut lingkupnya, aku rindu teman-temanku, aku rindu keluarga sukmaku, dan aku rindu seseorang yang hanya kukenal lewat suaranya itu.
“Akhirnya sampai juga”. Begitu memarkirkan motor didepan tempat yang biasa kami sebut kotak pensil ini, yaitu kesekretariatan SUKMA, aku melihat kesekelilingku, kampus ini begitu sepi, suasananya seperti tak terlihat ada tanda-tanda kehidupan. Hanya beberapa orang yang terlihat berlalu lalang, mungkin mahasiswa baru atau mungkin mahasiswa yang sedang sibuk dengan kegiatan organisasinya. Namun rasanya masih nyaman, masih menyejukkan, saat sepi kampus ini malah terlihat begitu indah. Pepohonannya begitu teduh dan sawah yang menghampar hijaunya begitu indah dilihat karena terpantul oleh cahaya matahari hingga hijaunya menjadi lebih cerah.
Sudah lewat tengah hari dan udara masih panas, kulihat jam diponselku ternyata sudah pukul 12.30, bukankah seharusnya diwaktu ini sudah memasuki jamnya solat dzuhur. Tapi mengapa tak ada adzan yang berkumandang dikampus ini. Biasanya sang muazin selalu tepat waktu mengumandangkan adzan. Terheran-heran aku berjalan menuju masjid kampus yang tak jauh dari tempatku duduk.
Sepi sekali, tak ada satu pun orang didalamnya. Aku lalu mengambil air wudhu dan solat sesegera mungkin, sehabis solat dan memanjatkan doa aku kembali ketempat yang tadi kusinggahi. Termenung dan menikmati kesendirian, aku memikirkan sesuatu. Ah ya aku lupa ini sedang libur semester. Jelas saja orang yang kurindukan suaranya itu tak mengumandangkan adzan hari ini. Mungkin dia sedang pulang juga ke kampung halamannya seperti temanku yang lain.
Ohh ya.. aku belum bercerita siapa dia yang kurindukan itu. Sebenarnya sudah sekitar setengah tahun lalu aku mengaguminya. Berawal dari kecemasanku hari itu, waktu itu aku sedang merasa terluka, hancur, dan rapuh. Apakah kalian ingat tentang kisah Pangeran GARDA-ku itu. Ya benar sekali, kala itu sore itu saat langit gelap dan hujan turun dengan deras, aku sedang patah hati karena Pangeranku itu kulihat bersama kekasihnya. Lalu aku termenung, duduk dibawah pohon yang kini kusinggahi, waktu itu aku membiarkan hujan membasahi seluruh tubuhku hingga merata. Sampai wajahku pucat, jari-jariku keriput, serta rambutku basah dan tak tergerai indah lagi.
Sore itu langit seakan murka, air yang diturunkannya dengan rata dan dalam debit yang kencang. Aku ingat sekali bahkan halilintar waktu itu menggelegar dengan kencang, dan derasnya hujan membuat kebisingan yang luar biasa. Namun tiba-tiba aku mendengar suara dari masjid itu, suaranya lirih namun merdu, hatiku yang gundah seketika nyaman mendengarnya, menenangkan dan amat meneduhkan. Suara itu, Suara adzan itu. Entah kala itu aku tak tau siapa yang mengumandangkannya, bahkan sampai sekarang pun aku masih tidak mengetahuinya.
Adzan yang berkumandang itu membuatku tanpa sadar mendekati sumber suaranya. Ya tapi tetap saja aku tak dapat melihat pemilik suara itu. Saat itu bahkan aku merasa tak pantas untuk memasuki masjid itu. Iya jelas saja, kondisiku kala itu amat tidak memungkinkan. Seluruh tubuhku basah kuyup, dan aku masih terlihat menyedihkan karena perasaanku. Jadi aku hanya menunggu diluar, sampai pemilik suara itu selesai solat ashar dan keluar dari masjid. Namun penantianku sia-sia, aku lupa bahwa diluar hujan deras. Tak mungkin ia akan keluar dicuaca seperti ini, lagi pula mana ada orang gila sepertiku yang rela berdiri ditengah hujan hanya karena merasa patah hati. Maka aku menyerah, dan dengan langkah gontai aku berjalan pulang dibawah langit yang masih menangis, lagi pula hatiku juga sudah mulai membaik karena mendengar suara adzan tadi.
Keesokan harinya dan hari-hari selanjutnya sampai saat ini aku selalu mendengarkan dengan khusuk senandung adzan yang dikumandangkannya. Suara adzan yang dikumandangkannya seolah mengetuk hatiku, dan menyadarkan kebodohanku. Seiring waktu berjalan aku mulai memperbaiki diriku, belajar menjaga tutur kataku, dan mulai menutupi auratku. Hingga kini insyaallah aku berniat dalam hati karena Allah, bahwa akan kututupi setiap helai rambutku dengan jilbab ini.
           Aku berterimakasih padanya, pada pemilik suara indah itu, karena adzan yang dikumandangkannya aku menjadi lebih baik. Berkali-kali aku ingin tau siapa dia, namun setiap ada kesempatan selalu saja ada hal yang menghalanginya. Mungkin aku memang tak diperbolehkan mengenalnya lebih dari aku mengenal suaranya saja. Hari ini dikampus jadi terasa berbeda, karena rasanya aneh berada disini tanpa mendengar suara adzan yang dikumandangkannya.
Sejak beberapa bulan terakhir dari pertama kali aku mendengar suara adzan yang dikumandangkannya itu. Ada rasa aneh yang berjalan-jalan dihatiku, aku sepertinya tau apa yang kurasakan ini, namun aku tak berani menyimpulkannya terlalu cepat. Rasa yang menjalar ini hampir mirip dengan yang kualami pada kasihku yang tak sampai yaitu sang Pangeran GARDA, tapi ada yang berbeda, rasa ini tak begitu menggebu-gebu, rasa ini takut jika akan berlarut, rasa ini tak berani punya keinginan untuk memiliki, dan rasa ini merasa tak pantas dan tak tau diri.
Aku merasa bingung mengapa hal ini dapat terjadi, aku bahkan tak tau siapa orang yang telah membuat rasa ini ada, rasa ini muncul hanya karena sebuah suara, aku bahkan sama sekali tak mengenalnya dan tak tau apa-apa mengenai dirinya seperti dulu saat aku tergila-gila pada Pangeran GARDA. Lagi pula aku ini siapa?? Aku merasa tak pantas memiliki perasaan ini. Dari suaranya saja aku tau, lelaki itu pasti pria yang baik dan soleh, sepertinya ia taat pada ibadahnya, bayangkan saja ia begitu mencintai agamanya dengan menganggap masjid itu sebagai rumahnya dengan setiap waktu mengumandangkan adzan tepat pada saatnya. Ia selalu mengingatkan para muslim akan kewajiban tanpa bosan.
Bagaimana mungkin aku dengan tak tau diri berani menyukai tanpa mengenalnya. Aku siapa, bena-benar tak pantas untuk rasa ini. Jelas saja tak mungkin bisa kuraih, aku hanya wanita yang baru beberapa waktu lalu sadar akan kewajiban-kewajiban yang harus kupenuhi. Aku wanita yang tadinya banyak berbuat dosa dengan sering kali mengabaikan dan meninggalkan kewajibanku sebagai wanita muslim. Aku bahkan pernah kehilangan jati diri hanya karena perasaan dihati. Aku begitu terlihat menyedihkan dan tak pantas.
Namun apa dayaku kini, rasa ini terus tumbuh dengan sejadi-jadinya, apalagi setiap kumandang adzannya terdengar, aku terenyuh semakin dalam. Ia berhasil membuatku cinta dan teramat cinta pada penciptaku. Tapi aku takut, aku takut perasaan ini akan membuatku lewat dari batasanku, hingga setiap kali rasa aneh yang dibuatnya bermunculan, aku harus cepat-cepat membendungnya.
Aku tak berani berbuat banyak dan aku tak bisa melakukan apa-apa dengan perasaanku. Aku hanya berharap padamu Tuhan, berikan jawaban untuk perasaan anehku ini, berikan titik terang dan petunjuk untukku mengendalikan hati ini. Dan aku berharap Tuhan, berikan yang terbaik untuk hambamu yang hatinya tersesat ini

0 comments:

Post a Comment